Minggu, 24 Juli 2011

Puasa. Pengendali Diri dan Penguras Energi?

Bulan Ramadhan sebentar lagi akan tiba. Sebagai umat muslim kita diwajibkan melaksanakan ibadah yang rutin dilakukan pada bulan suci tersebut. Ya, itulah puasa. Puasa adalah media pengendalian diri. Dengan puasa seseorang tidak dihalalkan untuk makan, minum dan hal-hal lainnya mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa bukanlah penyiksaan terhadap tubuh manusia. Allah tidak menginginkan hambanya tersiksa karena puasa, oleh karenanya agama sangat menganjurkan agar umat muslim mengakhirkan sahur dengan alasan agar tidak terlalu memberatkan puasanya, dan juga menyegerakan berbuka supaya energi yang hilang dari tubuh segera pulih kembali.

Adapun puasa yang dilakukan tanpa berbuka atau yang dikenal juga dengan nama puasa wishol atau orang jawa menamainya pati geni yang terkadang menjadi prasyarat untuk hal-hal tertentu, sangat dilarang oleh agama dikarenakan puasa semacam itu adalah suatu bentuk penyiksaaan bagi raga manusia itu sendiri. Tidaklah mesti dalam berpuasa semakin lapar semakin besar pahalanya. Karena meskipun kita lupa bahwa sedang berpuasa sehingga kita makan sampai kenyang, puasa kita tetap tidak batal. Akan tetapi yang menjadi tolok ukur pahala ataupun kesempurnaan puasa seseorang adalah sikap jiwanya dalam berpuasa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ju’u wal ‘athos”. Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak memperoleh hasil dari puasanya melainkan lapar dan dahaga saja.

Maka dari itu hendaknya dalam berpuasa bukan hanya menahan makan dan minum saja tetapi harus dibarengi dengan keinginan hati yang kuat untuk tidak berbohong, berburuk sangka, iri, dengki, ngrasani, mengatakan hal-hal kotor dan tak berguna, dan lain-lain. Itulah esensi sesungguhnya dari puasa. Hal-hal di atas cukup mudah untuk dikatakan namun teramat sulit untuk dilakukan. Puasa adalah suatu hal yang bersifat privacy. Dalam hadits qudsi yang intinya mengatakan bahwa puasa adalah amal untuk Allah dan Allah sendirilah yang akan membalasnya. Puasa sangatlah diapresiasi oleh Allah dikarenakan puasa adalah ibadah personal yang keabsahannya hanya diketahui oleh Allah dan orang yang berpuasa itu sendiri.

Orang sholat atau tidak, orang berzakat atau tidak, orang naik haji atau tidak, kita bisa mengetahuinya dikarenakan ibadah-ibadah tersebut bersifat demonstratif. Belum tentu orang yang lemas, lemah, lesu dan tak bertenaga adalah orang yang berpuasa. Dan belum tentu juga orang yang lincah, enerjik dan penuh semangat tidak sedang berpuasa. Bisa jadi seseorang mengaku berpuasa tetapi tatkala dia sedang sendirian, dia mencuri-curi seteguk air sebagai pelepas dahaga. Dahaganya hilang begitupun juga pahala puasanya ikut hilang.

Kita menahan diri dari kenikmatan-kenikmatan jangka pendek karena kita tahu bahwa akan ada kenikmatan-kenikmatan jangka panjang di akhirat kelak yang lebih mempesona yang akan menyambut kita jika berhasil (husnul khotimah) di dunia ini. Karena sebagai mana kita ketahui bahwasanya manusia cenderung terpikat pada hal-hal yang bersifat jangka pendek. Manusia cenderung suka kepada hal-hal yang mengkilat, glamour, aduhai dan segera.

Hal tersebut memang telah dimanifestasikan olek kakek dan nenek moyang kita. Nabi Adam as dan Siti Hawa. Mereka telah dijamin akan berada didalam surga selama-selamanya dan mereka cuma diperintah agar tidak mendekati sebuah pohon (wa laa taqrobaa haadzihis syajaroh). Bukannya cuma mendekat, mereka berdua bahkan menyantap buah khuldi yang terlarang. Manusia pada dasarnya adalah orang yang selalu kurang. Dalam hadits disebutkan bahwa seandainya manusia telah dianugerahi dua lembah yang dipenuhi emas niscaya dia masih akan tetap mencari lembah yang ketiga. Maka dari itu dengan berpuasa kita dilatih untuk menahan diri (self denial) dari hal-hal yang sebenarnya sangat kita inginkan.

Berlanjut ke judul diatas bahwasanya puasa adalah penguras energi. Apakah itu benar? Prof. Dr. Don A. Ball dalam bukunya yang berjudul International Business (buku mata kuliah semester dua mahasiswa S-1 FEB Unair) menulis, ”Dawn-to-dusk fasting during the month of Ramadan causes worker’s output to drop sharply”. Cukup miris membaca pernyataan tersebut. Dia mengatakan bahwa produktifitas seorang pekerja muslim cenderung menurun pada saat bulan ramadhan.

Tapi kalau dipikir-pikir hal tersebut mungkin ada benarnya karena bisa jadi dia tidak sembarangan dalam mengeluarkan statement tersebut. Bisa jadi dia sudah mengetahui atau melakukan riset di lapangan untuk memverifikasi validitas pernyataannya. Dan tampaknya hal tersebut secara faktual memang benar terjadi pada umat muslim. Tatkala ramadhan datang, si pekerja yang awalnya cukup cepat dalam bekerja, saat berpuasa menjadi lebih lambat dan malas bekerja, si pelajar yang awalnya giat belajar, saat berpuasa menjadi aras-arasen belajarnya dan sebagainya. Tapi semua itu kembali kepada diri kita masing-masing. Kita bisa membuktikan bahwasanya pernyataan Ball itu salah besar. Bagaimana caranya? Umat muslim haruslah tetap berkarya dan berusaha pada bulan ramadhan sebagaimana pada bulan-bulan lainnya. Bahkan kalau bisa lebih aktif dan produktif. Tapi jika kita hanya bermalas-malasan pada bulan suci tersebut, sepertinya pernyataan Ball tersebut tidak usah diperdebatkan karena memang hal itu benar adanya. Wallahu a’lam bis showab.

Kamis, 21 Juli 2011

Bunga Bank Haram? Masa Bodoh Ah...

Bank adalah sebuah institusi yang menjalankan 3 fungsi utama, yakni menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana pada masyarakat dan memberikan pelayanan jasa. Adapun tren yang sedang mencuat sekarang ini adalah dengan munculnya bank syariah. Kemunculannya sendiri di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1991. Para founding fathers cenderung lebih memilih istilah bank syariah meskipun diluar negeri namanya Islamic Bank (Bank islam) hal tersebut dilakukan demi meminimalisir potensi konflik SARA.

Sebenarnya, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia jauh ketinggalan dalam hal tersebut. Tercatat sejak tahun 1983 Bank islam Malaysia Berhad (BIMB) berdiri di negeri jiran, ini adalah debut awal bank syariah di Tanah melayu tersebut. Dan pada tahun yang sama berdiri pula The Islamic International Bank of Denmark yang merupakan bank syariah pertama di ranah eropa. Dan hingga saat ini bank-bank di Eropa dan Amerika terus-menerus menambah gerai bank syariah (Shariah Window). Nasabahnya pun ternyata bukan hanya muslimin dan muslimaat. Statistically, 60% nasabah bank syariah di Singapura adalah non-muslim. Hal ini mengindikasikan bahwasanya islam adalah rahmatan lil ‘alamin dan bukan hanya untuk umat muslim saja.

Bagaimana tanggapan islam akan bank? Bukannya bank itu bid’ah? Toh pada zaman Rasul bank itu tidak ada. Ada satu kaidah fiqh yang menyatakan “Maa laa yatimmul wajib illa bihi fahuwa waajibun”. Sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (melakukan kegiatan ekonomi) adalah hal yang wajib. Dan karena pada zaman modern sekarang ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan pun wajib diadakan.

Pada tahun 2002, MUI mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank adalah haram. Seluruh bank konvensional di Indonesia menjadi panik. Mereka takut akan terjadi penarikan dana besar-besaran (capital flight) yang dilakukan oleh para nasabah yang notabene mayoritas muslim. Begitu halnya bank syariah. Mereka juga pusing kalau-kalau nasabah yang menarik dananya dari bank konvensional kemudian mengalihkannya ke bank syariah. Bank syariah akan kebanjiran dana yang belum terpikirkan mau diapakan nantinya dana-dana peralihan itu. Tapi apa yang terjadi? Biasa aja. Tidak ada yang heboh. Di bank konvensional tidak ada penarikan dana besar-besaran. Di bank syariah juga tidak ada penempatan dana besar-besaran. Mengapa hal itu terjadi? Edukasi. Itulah jawabannya. Para nasabah muslim belum mengenal apa itu bank syariah dan bagaimana cara mengaksesnya. Bahkan ada sebagian dari mereka yang berpikir bahwa bank syariah itu sama saja dengan bank konvensional cuma ditambah dengan embel-embel syariah biar kelihatan islami.

Padahal dalam tataran teoritis dan praktis kedua jenis bank tersebut amatlah berbeda. Bank konvensional memakai sitem bunga dalam kegiatan operasionalnya. Mereka menghimpun dana dengan memberikan imbalan bunga kepada nasabah penabung. Mereka juga menyalurkan dana dengan membebankan bunga yang lebih tinggi kepada nasabah peminjam. Prinsip bunga amatlah ditentang oleh islam. Kalau pada zaman jahiliyah dulu dikenal adanya riba. Terutama riba nasi’ah yang tak lain adalah riba yang paling masyhur dipraktekkan pada zaman tersebut.

Riba nasi’ah terjadi apabila ada penangguhan/penundaan pembayaran hutang dari debitur ke kreditur. Misal, seorang debitur berhutang 10 juta kepada kreditur dan berjanji akan melunasinya 10 hari kemudian. Maka, setelah lewat masa 10 hari kreditur akan menagihnya kepada debitur. Jika debitur mampu membayar pada saat ditagih maka ia (debitur) cukup membayar 10 juta saja. Tetapi jika debitur tersebut tidak bisa mengembalikan uang yang dijanjikan pada saat ditagih, maka ia harus membayar lebih dari nominal awal hutangnya (10 juta) untuk dibayarkan di lain waktu akibat penangguhan pembayaran hutang (deferred payment). Adapun sekarang ini ada instrumen yang lebih jahat dari riba nasi’ah. Ya, itulah bunga bank.

Bank (kreditur) yang memberikan pinjaman kepada nasabah (debitur) langsung mensyaratkan pembayaran yang melebihi jumlah uang pinjaman pada saat pertama kali negosiasi. Tanpa terlebih dahulu memberikan jangka waktu untuk melunasi hutang sebagaimana halnya riba nasi’ah, bank konvensional malah langsung membebankan sejumlah bunga yang biasanya dalam bentuk prosentase kepada debitur. Kalo pinjam sekian dgn jangka waktu pelunasan sekian maka bunganya sekian. Semakin lama jangka waktu pelunasan semakin besar pula bunga yang harus dibayarkan oleh debitur.

Hal ini bertentangan dengan prinsip ta’awun dan keadilan dalam islam. Orang pinjam uang kan biasanya adalah orang lagi susah yang membayar pokok hutangnya saja belum tentu dia mampu kok malah dipersusah dengan membayar bunga. Selain itu belum tentu pula dana yang dipinjam oleh debitur kalau ia gunakan untuk bisnis dapat menghasilkan untung. Ada 3 kemungkinan tatkala debitur tersebut menggunakan  dana pinjaman untuk berbisnis: untung, rugi atau impas. Penerapan bunga jelas-jelas tidak mempedulikan jerih payah usaha debitur. Mau debitur usahanya untung atau merugi, bank haruslah tetap untung.

Hal ini berbeda sekali dengan bank syariah yang menghimpun dana dari masyarakat dengan menggunakan akad wadi’ah yadud dhamanah (titipan) dan mudharabah (bagi hasil) yang termanifestasi dalam tabungan syariah, giro syariah maupun deposito syariah. Adapun penyaluran dananya lebih variatif dengan menggunakan akad mudharabah (bagi hasil), musyarakah (join modal/keahlian), murabahah (jual dgn cicilan), ijarah (sewa), qard (pinjaman non-komersil) dll. Ada juga pelayanan jasa yang berupa hiwalah (pengalihan piutang), wakalah (perwakilan), kafalah (perwakilan bersyarat), rahn (gadai) dll. Satu contoh, misal ada seorang debitur yang menginginkan  pembiayaan bank syariah menggunakan akad mudharabah (profit and loss sharing). Sesuai dengan namanya, tatkala debitur mendapatkan profit maka harus di-share bersama dgn bank syariah (keditur) sebaliknya juga tatkala debitur menderita kerugian dalam aktivitas bisnisnya maka kerugian tersebut ditanggung bersama-sama antara kreditur dan debitur.

Semua akad yang digunakan oleh bank syariah murni digali dari literatur klasik fiqh muamalah yang dimodifikasi sedemikian rupa demi memenuhi tantangan dan kebutuhan zaman modern sekarang ini. Adapun inovasi produk-produk perbankan syariah terus-menerus dilakukan. Dikarenakan dalam hal muamalah segala sesuatu itu diperbolehkan kecuali ada dalil-dalil yang mengharamkannya sebagaimana dalam suatu kaidah fiqh “Al-ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad daliilu ‘ala tahrimiha”.

IFRS dan Tantangannya di Indonesia

Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau yg kerap dikenal dengan nama IFRS adalah Standar, Interpretasi dan Kerangka Kerja Persiapan dan Penyajian Laporan Keuangan yang diadopsi oleh Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB). IFRS dikembangkan oleh standard setter body yg bernama IASB. Lembaga tersebut menggantikan eksistensi IASC yg sebelumnya menerbitkan IAS. IASC didirikan dengan tujuan melakukan harmonisasi pelaporan keuangan bagi negara-negara anggotanya. Dalam artian, negara yg tergabung sebagai anggota IASC bisa menggunakan IAS maupun standar akuntansi lokalnya untuk keperluan domestik. Namun, keadaan kini telah berubah. IASB yang kini menggantikan IASC telah menerbitkan serangkaian IFRS dengan tujuan konvergensi laporan keuangan negara-negara anggotanya. Ada sekitar 130 negara anggota IFRS.

Peta arah (roadmap) program konvergensi IFRS yang dilakukan di indonesia melalui tiga tahapan. Pertama, tahap adopsi (1994-2008) yang meliputi adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Kedua, tahap persiapan akhir (2008-2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang diperlukan. Ketiga, yaitu tahap implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif.

Disisi lain tujuan konvergensi IFRS di indonesia adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalau pun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS, dengan demikian diharapkan meningkatkan kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan konvergensi IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional judgment.

Tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidik/akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, memperbaharui SPAP maupun USAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan manajemen/perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan akuntan manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun roadmap konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya. Akuntan pendidik/akademisi diharapkan dapat membentuk task force konvergensi IFRS untuk mengupdate pengetahuan akademisi, melakukan revisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait dan memberikan input/komentar terhadap ED dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK maupun IASB. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuanganseperti penilai dan aktuaris.

Bagi pengusaha pada umumnya, yang menjadi bahan pertimbangan apakah akan beralih ke IFRS atau tidak adalah “Apakah implementasi IFRS akan menghasilan incremental benefit atau tidak?”. Akan tetapi lain ceritanya bagi perusahaan-perusahaan yang sudah go international, atau yang memiliki partner dari Uni Eropa, Australia dan Rusia dan beberapa Middle East countries, mereka sudah tentu tidak punya pilihan lain selain “mau tidak mau harus mulai berusaha menerapkan IFRS” dalam pelaporan keuangannya jika masih mau berpartner dengan mereka. Kesimpulannya, berpindah dari GAAP ke IFRS akan berdampak besar terhadap cara berpikir kita dalam memahami akuntansi. Mulai dari educational level, seperti universitas dan accounting course hingga corporate level.

Sabtu, 16 Juli 2011

Malam Nishfu Sya'ban

Malam ini adalah malam nisyfu sya’ban. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya. Akan ada banyak orang yang berkumpul di musholla Pondok Pesantren Nurul Huda untuk bersama-sama membaca surat yasin sebanyak tiga kali. Para santri seperti biasa sudah berpakain rapi. Pakaian putih dan bersih. Mereka juga ikut membaca yasin bersama-sama dengan warga sekitar pesantren. Pemimpin yasinan kali ini adalah pengasuh pondok sendiri yaitu KH. Abdurrahman Navis. Beliau yang memimpin langsung ritual baca yasin bersama tersebut. Menurut beliau, ritual tersebut konon adalah anjuran dari imam al-ghozali yang termaktub dalam kitab ihya’ ulumuddin. Surat yasin dibacakan sebanyak tiga kali karena memang ada tiga hal utama yang ingin dipanjatkan para pembacanya kepada sang khalik pada saat malam penyerahan hasil rapor amal baik-buruk kita selama setahun ini.

Yang pertama, agar diberi iman yang kuat dan juga kekuatan untuk selalu menjaganya agar tetap membara dan bergelora di dalam dada tanpa meredup sedikitpun oleh godaan duniawi. Iman adalah dimensi terpenting dalam diri manusia. Percuma, jika manusia tersebut pintar setinggi langit, punya harta kaya nan melimpah, dikaruniai wajah elok nan rupawan namun iman tidak melekat dalam dadanya. Tanpa iman, semua amal yang dilakukan oleh seorang manusia, meskipun itu perbuatan yang amat mulia, semuanya tiada berarti di hadapan sang khalik.

Yang kedua, memohon agar dipanjangkan umur. Panjang umur bisa memiliki dua makna. Umur yang panjang secara kuantitas ataupun secara kualitas. Secara kuantitas, boleh jadi umur seseorang tersebut yang tadinya sudah digariskan hanya berkepala lima, kemudian dipanjangkan menjadi kepala enam. Atau yang lebih dahsyat lagi adalah yang secara kualitas. Misalnya, nabi besar MUHAMMAD SAW maupun ulama-ulama salafus shalih yang alim. Rasulullah sendiri harus tutup usia pada umur yang ke enam puluh tiga. Namun, namanya harum sepanjang masa. Beliau selalu dikenang oleh semua umatnya. Setiap belahan dunia pasti menyebut nama beliau. Bahkan saking terkenalnya beliau, UNESCO mencatat bahwasanya nama yang paling  banyak digunakan oleh manusia sepanjang sejarah adalah nama MUHAMMAD.

Contoh lainnya, semisal imam ghozali. Kitab karangan beliau yang amat masyhur di kalangan pesantren dikaji siang dan malam tiada henti. Dari masa ke masa. Dari generasi ke generasi. kitab tersebut selalu menggema di pojok-pojok pesantren. Mengingat “umur panjang” yang ulama-ulama besar miliki, kita jadi teringat dengan apa yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer. Beliau berkata, “Manusia boleh pintar setinggi langit, tapi jika ia tidak menulis, ia akan ditelan zaman”. Ya itulah alasannya mengapa orang-orang besar tetap kekal namanya meskipun mereka telah tiada. Mereka menjadi kekal dikarenakan memiliki jasa yang amat besar bagi umat atau memiliki tulisan yang bisa ditelaah dan dikaji.

Keinginan yang ketiga dari membaca yasin bersama-sama tersebut adalah agar diberikan kelancaran rizki. Rizki bukan hanya uang. Uang adalah bagian daripada rizki. Rizki dalam format lahiriyah dan batiniyah semuanya diharapkan terpenuhi. Ilmu yang bermanfaat, badan yang sehat, keluarga yang harmonis juga termasuk rizki yang kita semua harapkan ada dan selalu terjaga dengan baik dalam lindungan-Nya. Finally, setelah selesai membaca yasin sebanyak tiga kali, ustad pun sekalian memimpin jamaah sholat isya’. Sebelum beranjak pulang setelah menunaikan sholat jamaah. Satu persatu para jamaah bergantian menghampiri beliau. Ada yang sekedar bersalaman dan lebih banyak pula yang mencium tangan beliau.