Selasa, 29 Mei 2012

Mesin Uang Kaum Sarungan

Kebanyakan dari kita akan berpikir tentang bisnis skala mikro dan kecil ketika mendengar kata "koperasi". Paradigma orang tentang koperasi masih berkutat sekitar urusan bisnis yang kecil, ditangani lembaga yang kecil, dan seringkali bikin repot pemerintah karena selalu minta subsidi dan bantuan lainnya. Lantas, bagaimana jika koperasi kecil tersebut memiliki aset hampir Rp 75 Milyar, memiliki cash flow yang besarnya hampir Rp 350 Milyar. Dengan estimasi growth per tahun 25%, bisa dipastikan pada tahun 2016, cash flownya mencapai Rp 1 Triliun. Ya, itulah BMT MMU Sidogiri. Sebuah Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang berbasis pesantren di daerah Pasuruan.

BMT MMU sukses memanfaatkan dengan baik jaringan alumni yang tersebar di berbagai daerah terutama di Jawa Timur, meskipun saat ini masih mengandalkan “emotional market”. BMT yang mulanya berscope kabupaten tersebut bahkan mengubah statusnya untuk ekspansi hingga scope provinsi pada tahun 2009. Total cabang yang dimiliki sebanyak 35 unit. Diantaranya, 25 cabang di pasuruan, 3 di probolinggo, 3 malang, 2 di mojokerto, 1 surabaya dan 1 gresik. BMT yang laporan keuangannya dinilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tersebut juga telah mengakuisisi sebuah BPRS, yakni BPRS Untung Surapati di Bangil.

Sebagian besar kegiatan bisnis di Indonesia terdiri atas usaha kecil dan menengah (UKM).  Pada tahun 2007, jumlah usaha kecil mencapai lebih dari 91 persen dari keseluruhan bisnis, atau  berjumlah  sekitar 44 juta usaha. Maka dari itu, pengembangan BMT/KJKS di Indonesia memiliki kontribusi besar dalam pengembangan perekonomian bangsa. Terbukti berdasarkan data Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) menyebutkan jika total aset BMT di tahun 2010 telah capai Rp 4 triliun.  Sementara nasabah yang telah terlayani mencapai 3 juta orang. Dengan jumlah aset tersebut diperkirakan ada 3.900 BMT yang beroperasi dan tersebar diseluruh masyarakat. BMT lebih menyasar masyarakat kelas bawah sebagai anggotanya.

Namun  demikian,  ada hal yang lebih  beragam  sehubungan dengan eksistensi BMT. Beberapa BMT berkembang pesat dan terus memperluas bisnisnya sementara beberapa BMT lain terancam bangkrut karena beberapa hal yang menghambat. Berikut beberapa tantangan yang dihadapi oleh BMT secara umum.

Sekelumit Tantangan yang dihadapi

Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM). Dunia perkoperasian yang kekurangan tenaga profesional mungkin akan stagnan. Sebab, tidak ada inovasi maupun kreativitas untuk menggerakkan roda usaha lebih cepat lagi. Salah satu sebabnya adalah faktor gaji. Gaji yang belum memadai dibandingkan dengan usaha swasta lain yang berada pada level sama. Bahkan, gaji karyawan koperasi/BMT masih kerap ditemukan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Padahal SDM yang dibutuhkan idealnya menguasai dua dimensi ilmu. Yakni, pengetahuan tentang syariah muamalah dan tentang ekonomi dan keuangan secara praktis.

Kedua, pemasaran. Inovasi di bidang pemasaran yang kurang karena umumnya kualitas SDM yang rendah dan dana yang terbatas. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pemasaran dan jaringannya kedodoran. BMT harus berhadapan dengan bank-bank, baik konvensional maupun syariah yang jaringan dan group marketingnya dilengkapi dengan instrumen dan SDM yang canggih dan terlatih. Apalagi setelah bank-bank itu juga turun mengurusi usaha kecil dan mikro, maka koperasi BMT kian terpukul ke pojok. BMT tidak akan menang kalau berhadapan dengan Bank Syariah dan BPRS.

Ketiga, permodalan. Untuk bisa maju dan besar, maka perlu modal besar juga. Bagaimana mungkin sebuah koperasi BMT akan bisa besar dan maju dalam melayani masyarakat kecil, jika modalnya pas-pasan? Diperlukan usaha terpadu, baik di kalangan koperasi sendiri maupun pemerintah dalam menggalang peningkatan modal dalam rangka peningkatan layanan kepada masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan Linkage Programming dengan bank syariah. semisal, yang dilakukan oleh BMT MMU dan Bank BNI syariah, dimana BNI syariah menyalurkan dana sebesar Rp 5 Miliar kepada BMT MMU untuk penguatan modal agar bisa memberikan pembiayaan yang lebih banyak lagi kepada masyarakat. Atau bisa juga seperti yang dilakukan oleh Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) dengan menerbitkan sukuk senilai 1 trliun dengan jangka waktu 10 tahun. Dengan strategi linkage programming, bank syariah tidak usah turun ke bawah sehingga harus berkompetisi face-to-face dengan BMT. Canibalism antar lembaga keuangan bisa dihindari.

Keempat, Lembaga Penjamin Simpanan dan Pasar Uang bagi BMT. Tidak seperti bank yang didukung oleh lembaga penjamin simpanan apabila terjadi likuidasi, BMT tidak memiliki dukungan yang sama. Demikian pula lembaga yang bertindak selaku lender of the last resort alias lembaga pemberi pinjaman terakhir apabila terjadi krisis likuiditas. Problem ini sudah diidentifikasi sejak 16 tahun yang lalu, yaitu ketika kongres BMT pertama diadakan pada tahun 1996. Sampai saat ini nampaknya belum ada realisasinya, baik dari kalangan pemerintah maupun BMT sendiri. Selain itu kelebihan likuditas juga tidak teratasi jika tidak ada pasar uang bagi BMT.

Kelima, teknologi. Hal yang paling tertinggal dalam koperasi syariah/BMT adalah masalah teknologi, meskipun secara mendasar, hampir tidak ada koperasi syariah/BMT yang tidak menggunakan tekonologi komputer saat ini. Akan tetapi untuk yang besar, mereka terpaksa harus gigit jari. Ambil misalnya yang paling sederhana dan mudah dilihat masyarakat seperti ATM (Automatic Teller Machine). Bank-bank baik konvensional maupun syariah dengan mudah melakukan investasi dalam jaringan ini karena besarnya modal yang dimiliki. Atau dengan mudahnya masuk dalam jaringan ATM bersama karena kemampuan untuk membayar biaya bulanan atas jaringan yang digunakan.

Keenam, badan hukum BMT. Lembaga keuangan mikro itu adalah kumpulan dari orang-orang yang bermufakat untuk mengumpulkan modal untuk disalurkan kepada anggota, maka seharusnya badan hukum yang tepat adalah koperasi. Bank Indonesia sangat mendorong agar BMT dialihkan menjadi bank (BPR Syariah). Namun di bawah UU Perbankan, BMT akan membutuhkan modal yang lebih besar untuk dapat beroperasi, dan hal ini akan mempercepat penggabungan beberapa BMT. UU Perbankan juga mengharuskan pengelolaan secara modern yang berarti para manajer perlu melalui ujian-ujian tertentu. Banyak BMT baru dan kecil tidak mempunyai sumber daya finansial yang memadai untuk memberi pelatihan bagi para pegawainya guna mencapai standar yang dibutuhkan. Maka dari itu, mengatur  BMT  dengan  dasar-dasar  hukum  perbankan  yang  sudah ada kemungkinan akan membunuh BMT secara perlahan-lahan.

Baitul Maal wat Tamwil atau Baitut Tamwil?

Ada kecenderungan BMT mulai mengurangi porsi kegiatan “baitul maal”. Sehingga kegiatan yang dilakukan lebih banyak berkutat pada “baitut tamwil” saja. Misalnya, TAMZIS. BMT yang beroperasi di Wonosobo sejak tahun 1992 tersebut pada awalnya mempunyai bagian baitul maal. Namun, para anggotanya kesulitan membedakan antara pinjaman bukan untuk mengejar keuntungan (skema Qardhul Hasan) dengan kontrak-kontrak lainnya yang bertujuan mendapatkan keuntungan. Banyak orang yang beranggapan bahwa mereka  tidak wajib membayar kembali pinjamannya. Untuk memecahkan masalah ini, TAMZIS menghapus baitul maal dan memusatkan perhatian pada penyediaan pinjaman-pinjaman bagi pembiayaan mikro. Oleh sebab itu, TAMZIS menyebut dirinya baitut tamwil dari pada BMT. Excuse semacam ini mungkin bisa dimaklumi. Akan tetapi hal tersebut akan menjadi tidak etis jika dilakukan oleh BMT semata-mata karena ingin mengejar keuntungan lebih dan enggan untuk menjalankan fungsi sosialnya.

Ada BMT yang jalan di tempat?

Ada. Kalau contoh BMT yang sukses adalah BMT MMU (Pasuruan), BMT UGT (Pasuruan), BMT Beringharjo (Jogja), BMT TAMZIS (Wonosobo). Maka ada juga beberapa contoh BMT yang sulit berkembang dan jalan di tempat.

Pertama, BMT Madani (Jogja). BMT yang mengalami kegagalan karena kerugian yang diderita akibat kerugian dari mengembangkan unit bisnis retail. Bisnis ecerannya tidak berkembang dan pada saat yang sama pembayaran kembali dari para anggotanya juga mulai menurun. Menyaksikan hal tersebut anggota-anggota lain segera menarik dana simpanannya yang pada akhirnya mengakibatkan kebangkrutan BMT ini.

Kedua, BMT Maskumambang. BMT yang dimulai dari komunitas pesantren tersebut dimulai dengan dana awal sebesar Rp. 3.000.000,-. Satu setengah dekade setelah pendiriannya, BMT ini hanya mempunyai total aset sebesar Rp. 25.000.000,- yang sebagian besar (Rp. 18.000.000,-) masih menjadi tunggakan karena para peminjamnya tidak mempunyai kemampuan untuk membayar kembali. Kurangnya komitmen para pengelola dan pengaturan mekanisme pembiayaan yang buruk berkontribusi pada buruknya kinerja BMT tersebut. Contohnya, peminjam dana tidak diwajibkan menyediakan jaminan. Akibatnya, ketika nasabah gagal mengembalikan pinjamannya, BMT tersebut tidak dapat melakukan apa-apa untuk menarik pinjamannya.

Ketiga, BMT SMS Pacul Gowang. BMT ini dimulai dengan dana Rp.  78.000.000,-  dan dalam waktu  tiga tahun mampu meningkatkan  asetnya  dengan  sangat  pesat  menjadi  Rp.  500.000.000,-.  Sebelum  memulai BMT ini,  para  pengelolanya  mendapat  pelatihan  dari  BMT  MMU Sidogiri. Lembaga ini juga menerima pelatihan teknis dari lembaga-lembaga lain. Namun demikian, pertumbuhan dan peluang bisnisnya di masa depan terbatas karena BMT SMS Pacul Gowang enggan memperluas bisnis di luar wilayahnya karena kekurangan sumber daya  manusia dan tidak mampu mampu  menggunakan jaringan alumni. (VicVen)

Materi Diskusi Rutin Ekonomi Islam (Direksi) AcSES FEB UNAIR – 29 Mei 2012

Problematika Zakat di Indonesia

Secara istilah zakat didefinisikan sebagai bagian dari sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah swt untuk dikeluarkan kepada para mustahiq dan untuk membersihkan diri. Dalam hal ini perintah zakat juga termaktub dalam kitabullah yang berbunyi ”dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat” (QS. 2 : 43). Kata zakat seringkali dirangkaikan dengan kata sholat. Hal ini menunjukkan bahwasanya islam menginginkan para pemeluk agamanya agar selain sholeh ritual juga sholeh sosial. Zakat adalah salah satu instrumen untuk mencapai kesholehan sosial. Melalui zakat, diharapkan kekayaan tidak hanya terpusat pada segelintir orang saja. kekayaan haruslah terdistribusi secara merata pada segenap umat muslim.

Potensi

Zakat digadang-gadang menjadi salah salah satu instrumen pemerataan pendapatan dikarenakan potensinya yang besar di Indonesia. Berdasarkan riset dari hasil kerjasama UIN Jakarta dan Ford Foundation pada tahun 2003, ditemukan bahwa potensi ZIS di seluruh nusantara mencapai 19,3 triliun per tahun. Tentunya untuk tahun 2012 dan seterusnya akan lebih besar dari tahun 2003 dikarenakan juga memperhitungkan inflasi di Indonesia per tahunnya.

Pengumpulan

Akan tetapi optimalisasi pengumpulan zakat di negeri ini kurang berjalan mulus. Perolehan hasil pengumpulan zakat secara nasional yang dilakukan oleh BAZ/LAZ di seluruh indonesia masih jauh sekali untuk menyentuh angka sebagaimana yang diproyeksikan. Sepanjang tahun 2011 saja, hanya sekitar 1 Triliun yg berhasil dihimpun oleh BAZ dan LAZ se-Indonesia. Hal tersebut terjadi karena banyak hal. Bisa jadi penyebabnya karena Muzakki ataupun juga karena lembaga zakat itu sendiri. Dari sisi Muzakki, biasanya disingkat dgn 3T. Tidak tahu, tidak mau, dan tidak percaya. Pertama, tidak tahu. Mungkin masyarakat tahunya hanya zakat fithrah saja sehingga berujung pada terabaikannya zakat maal yg nominalnya jauh lebih tinggi daripada zakat fithrah. Kedua, tidak mau. Mungkin masyarakat tahu akan kewajiban berzakat (maal) namun enggan untuk menunaikannya. Ketiga, tidak percaya. Mungkin banyak  para muzakki tahu dan mau untuk membayar zakat, tapi lebih memilih untuk menyalurkan zakatnya secara langsung kepada individu-individu yang diinginkan dikarenakan kurangnya rasa percaya si muzakki terhadap lembaga pengelola zakat.

Sementara dari sisi BAZ/LAZ sendiri, bisa jadi lembaga pengumpul zakat tersebut dianggap kurang transparan dalam mengelola dana, dianggap kurang kreatif dalam pengelolaan dana, dan lain-lain. Semua hal itu hendaknya menjadi pelajaran bagi BAZ/LAZ untuk terus melakukan improvisasi demi meningkatkan kepercayaan para muzakki yg bermuara pula pada optimalnya pengumpulan dan pemanfaatan dana zakat di Indonesia.

Pemanfaatan

Pemanfaatan zakat pun tak luput dari sorotan. Zakat  yang selamanya disalurkan langsung kepada masyarakat dalam bentuk barang-barang yg konsumtif tidak akan dapat mengentaskan kemiskinan. Kenapa, karena zakat yang diberikan dalam bentuk langsung hanya akan bermanfaat sementara waktu dan setelah itu menguap. Zakat konsumtif tetap perlu di fase-fase awal pemberian bantuan, tapi selanjutnya zakat produktif lah yang harus diberikan. Namun, lembaga sosial seperti lembaga pengelola zakat, juga terbentur pada realitas, bahwa mengemas program produktif guna pemberdayaan para mustahiq bukanlah suatu perkara yang mudah. Membuat usaha sendiri saja sulit, apalagi membuatkan usaha untuk orang lain.

Sementara itu ada hambatan juga di kalangan mustahik untuk menjadikan dana ZIS sebagai modal usaha. Membuat usaha memang sulit, pelik, melelahkan dan penuh resiko. Ada berbagai penyebab sulitnya mengembangkan usaha. Jika ada modal, apakah produknya layak untuk dikonsumsi. Jika produknya layak dikonsumsi, apakah banyak yang membeli. Jika produk layak dan pasar tepat, apakah memang kebijakan mendukung keberlangsungan usaha mereka. Ini sekadar penyadar, bahwa dalam berusaha mereka terbentur-bentur pada berbagai kekurangan. Pengetahuan yang mereka miliki amat sederhana. Hingga kreativitas makanan yang disuguhkan bukan lagi sederhana, melainkan juga amankah dikonsumsi. Sementara itu ada faktor-faktor lain juga mendukung lestarinya kemiskinan. Ada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak, ada ambisi ekpansi bisnis perusahaan swasta yg perlahan akan membunuh bisnis-bisnis orang kecil, dan lain sebagainya. Pada akhirnya harus disadari dengan sesadar-sadarnya, kalau perjuangan mulia untuk menjadikan para mustahiq yang saat ini berhak mendapatkan zakat agar dikemudian hari berubah menjadi muzakki sangatlah menantang. Wallahu ‘alam. (VicVen)

Materi diskusi FoSSEI Jatim di Masjid Al-Akbar (27 Mei 2012)

Sandalku Dighasab


Ghasab, as it’s fondly called, referring to the act of borrowing other people’s goods without asking permission from the owner. In the past time, I ever had fallen victim of ghasab. It happened initially when I was in Tebuireng Jombang. It made me exhausted to look for my flip-flops when I intended to go out from the mosque of pondok. I just stayed there for a while to pray dhuha. But, my flip-flops were suddenly gone without any trace. Therefore, I couldn’t hold myself to make a revenge. Due to my frustration to search, I decided to take another person’s flip-flops. hahaha.

That incident occurred again when I taught the female students in Madrasah Aliyah. The class is situated inside the complex of female dorm. After teaching in my class, I walked out from the class. However, I was rather shocked when I knew that my flip-flops were gone. SABAAARRRR....... I tried to be sincere. I thought, the female student might want “barokah” of their teacher by taking the flip-flops, wkwkwk. So, I left the complex without wearing any footwear. Fortunately, there was a male student lent me his flip-flops. So, I still could go home comfortably.

Ghasab in Pondok Pesantren

Flip-flops are the most popular object for ghasab. Although most of students (santri) know that ghasab is sinful, they still keep doing that deed when they are in a need to do that. It’s not because they don’t know about the sharia provision of ghasab, but it’s due to their stubbornness to comply with the rules provided by the management of pondok pesantren.

The practice of ghasab still exists in pondok until now. Why? There might be several reasons can be explained. It can be due to the lack of students’ awareness regarding the obedience to the rules formulated by pondok. They sometimes belittle the provisions that have been stipulated. The other reason is (perhaps) the amount of flip-flops owned by students is fewer than the amount of students. So, it has a potential to provoke the act of gashab. Because, the students who don’t have flip-flops will make an attempt to borrow or do ghasab when they want to go out from their rooms. Even, this situation can get worse when there is an ignorance from the pondok’s management concerning the punishment for ghasab, and there is no strategy to make the students obey the rules as well. Students tend to make justification when they do ghasab. They often argue that ghasab is a common practice and everybody (in pondok) also does it.

The lesson that can be taken

To minimize the impact of this practice, in my viewpoint, wearing rather expensive and good-looking sandals are strongly recommended. It can stifle the intention of students to do ghasab. it’s because the target of ghasab is usually only the inexpensive sandals (flip-flops). So, although wearing the expensive ones is riskier, but it’s safer. If we are still unlucky (the footwear is still gone), then we had better to surrender our sandals. Just treat it as our alms/giving for them. So, they will not be burdened by the sin of ghasab because we have forgiven them by surrenderring our goods.

The case of ghasab may never end. Eventhough the prohibition is repeated to the students over and over again, the similar case will recur in the near future. However, there is one strategy that can be implemented. This has been carried out by one of pondok pesantren in Madura island. To curb the habit of ghasab, there is a routine inspection conducted by a special task force in pondok. At the time of inspection, all students are instructed to go outside and wear footwear. If there is a student who is found out not to have footwear, then the student will be punished. The student must give a sum of money to the task force. Shortly afterwards, the task force will buy him/her flip-flops. It’s an interesting strategy to apply.

Minggu, 15 April 2012 (21:15)

Naik Bus Ponorogo - Surabaya (catatan kecil di awal tahun)

Tak terasa setahun lamanya kami menghabiskan waktu di Ponorogo. Ya, berangkat ke Ponorogo tahun 2011 dan pulang lagi ke Surabaya tahun 2012. Kami berlima balik ke Surabaya dengan menggunakan bus. Aku pun duduk bersama temanku (Novan alias Cak Mbenk). Namun, tidak seperti Novan yg bisa tidur nyenyak di dalam bus, menutup mata sejenak dengan tenang rupanya cukup sulit bagiku, terlebih sehari sebelumnya ada kabar bahwasanya sebuah bus berinisial SK mengalami kecelakaan di Madiun dengan merenggut enam korban jiwa. Meskipun kami tidak naik SK, tapi tetap saja naik bus waktu itu terasa agak horor akibat berita kecelakaan tsb. Kalau ada kereta, pasti kereta akan menjadi pilihan. Bagiku, kereta adalah moda transportasi yang jauh lebih menyenangkan.

Terlelap sebentar saja sudah dikagetkan dengan bunyi klakson bus yg sering kali menjerit sepanjang perjalanan. Bus suka ‘mengusir’ kendaraan di depannya agar mudah untuk menyalip. Apalagi kalau klakson dibunyikan cukup panjang dan disertai dengan berhentinya bus secara tiba-tiba, cukup memacu adrenalin di malam hari. Pengemudi bus antar kota memang cukup dikenal sebagai pengemudi yang suka ngebut. Manuver dalam berkendara maupun jeritan-jeritan klakson sudah menjadi bumbu dalam pekerjaan yg mereka tekuni.

Berita tentang kecelakaan bus sudah tidak asing lagi terdengar di telinga. Entah siapa yang harus disalahkan. Yang jelas kesalahan tidak bisa dilimpahkan hanya kepada supir saja. Kebijakan dari manajemen PO disinyalir juga membuat para supir seperti kesetanan dalam mengendarai bus. Target setoran, lama perjalanan bus harus sesuai schedule dan gak boleh molor, alias kejar waktu dan target, walhasil kadang kehati-hatian dalam berkendara dikesampingkan.

Tidak tepat jika hanya menyalahkan para sopir bus. Kalau kata Quraish Shihab, pria itu akan lebih takut mati ketika ia memiliki anak dan istri. Mayoritas supir bus adalah pria yg sudah berkeluarga. Kalau sudah seperti itu, percayalah tidak ada supir yg berani mati. Karena dia pun juga sangat sayang akan nyawanya dan inginnya berhati-hati dalam berkendara. Namun apa daya, ada hal yg membuat mereka terpaksa.

Maka dari itu, harus ada pembenahan di tubuh PO. Pembenahan apa? pembenahan kultur dan struktur. Ibarat menyuruh orang membuang sampah, tidak mungkin menyuruh masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya jika ternyata tidak ada tempat sampah yg tersedia. Sama halnya dengan PO. Budaya berkendara hati-hati perlu digalakkan. Tapi tidak mungkin juga menyuruh para supir untuk mengemudi dengan hati-hati, sementara dia memang harus ngebut untuk kejar setoran. Pembenahan struktur disini bisa berupa pembenahan terkait kebijakan manajemen tentang gaji, kondisi kendaraan, standar supir, de el el. Tidak cukup sekedar menegur perusahaan bersangkutan, mencabut izin trayek, atau bahkan mencabut izin usaha. Kalau struktur tidak dibenahi, sekalipun bus SK dilarang dan ditarik dari peredaran, maka akan muncul PO – PO lain yg akan menggantikannya sebagai fasilitator malaikat izrail.

Bagaimana tidak? Coba tengok sekilas kondisi terkini di republik ini. Pada akhir tahun 2011 peringkat surat utang pemerintah RI naik menjadi investment grade setelah menunggu selama 13 tahun, yang ber-impact pada semakin derasnya aliran investasi dari luar negeri ke Indonesia. More investment, more jobs will be created. Saat negara lain sedang mengalami krisis dan resesi ekonomi. Indonesia ini malah tumbuh dengan perkasa. Sebagai konsekuensinya, pertumbuhan masyarakat kelas atas dan menengah di Indonesia semakin subur. Sehingga akan banyak muncul OKB (Orang Kaya Baru) beberapa tahun ke depan. Para pengusaha otomotif pun memperkirakan tahun 2012 penjualan mobil di Indonesia akan mencapai 1 juta unit, dan akan menumbangkan Thailand sebagai negara dengan tingkat penjualan otomotif tertinggi di asia tenggara.

Intinya, jumlah kendaraan yg berseliweran di jalan akan semakin banyak dalam beberapa tahun ke depan. Namun, pertambahan dan perluasan ruas jalan di tanah air lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan mobil. Bayangkan saja, jumlah jalannya bertambah sedikit, jumlah kendaraan di jalan semakin banyak, sedangkan para supir bus tetap harus ngebut. Bisa diperkirakan jumlah kecelakaan lalu lintas beberapa tahun ke depan jika kondisi tersebut memang terealisasi.

Dan tidak enak rasanya jika nanti ada orang bilang, kalau ingin menguji adrenalin, di jakarta kita bisa nyoba wahana tornado di dufan, tapi kalau di jatim uji adrenalinnya bisa dengan naik bus SK, hehe. Wallahu a'lam.

Kemelut di Selat Hormuz

Perseteruan Iran dengan Amerika Serikat terus berlangsung. Bahkan, awal 2012, AS mengeluarkan sanksi ekonomi bagi Iran. AS tentu saja berharap sanksi ini dapat melemahkan perekonomian Iran dan menghentikan program pengembangan senjata nuklir mereka. Iran menjawab ancaman itu dengan mengancam balik, yakni menutup Selat Hormuz yang merupakan salah satu jalur utama distribusi minyak dunia.  Ancaman ini tentu saja ditanggapi AS sebagai undangan perang.

Dampak terhadap Perekonomian Global

Pertama, embargo ekonomi terhadap dari AS dan EU ditanggapi Iran dengan sangat keras pula, sehingga Parlemen Iran membuat undang-undang larangan ekspor minyaknya ke Eropa secara permanen. Menurut Ketua perusahaan minyak Iran, Ahmad Qalehbani sekiranya embargo minyak mentah yang diterapkan EU dan sekutunya AS mulai efektif, maka diperkirakan harga minyak di pasaran Internasional akan melambung tinggi harganya,berkisar antara 120 sampai 150 dolar AS per barelnya. Karena ekspor minyak Iran setiap harinya sekitar 2,2 juta barel, yang sangat di rasakan oleh masyarakat Eropa sekiranya Iran sebagai negara produsen minyak terbesar kedua di OPEC. Akan tetapi, rupanya Arab Saudi bersedia meningkatkan pasokan produksi sehingga bisa sedikit mengurangi beban harga yang harus ditanggung.

Sanksi tersebut kelihatannya juga tidak mengkhawatirkan Iran. karena negara raksasa ekonomi asia justru menolak ajakan paman Sam. Dan di perkirakan negara-negara Asia seperti China, Korea selatan dan India akan mudah mendapatkan minyak Iran dengan harga murah yang selanjutnya bisa di jual kembali dengan harga tinggi kepada EU. Sementara itu Jepang yang sepaham dengan Amerika Serikat dalam persoalan terkait Korea Utara, menyatakan tidak bisa mengikuti jejak Amerika menghentikan impor minyaknya dari Iran.

Kedua, penutupan selat hormuz yg merupakan pintu gerbang keluar-masuknya kapal tanker minyak yang lalu lalang di Teluk Persia akan menggangu distribusi minyak dunia. Menurut Lembaga Administrasi Informasi Energi AS, 20 persen minyak yang diperdagangkan pada 2011 didistribusikan lewat Selat Hormuz. Saudi Arabi, Kuwait, Irak, dan negara teluk lainnya menggunakan selat ini sebagai pintu ekspor minyak mereka. Tidak lain tujuan utamanya adalah negara-negara pemakai minyak terbesar yakni Eropa dan Amerika. Jika itu benar-benar dilakukan Iran, maka pasokan minyak ke luar Teluk pasti macet dan bisa-bisa mengancam harga minyak dunia. Ujung-ujungnyanya perekonomian Eropa dan AS akan terganggu.

Selat tsb bisa ditutup kapan saja dan kapal-kapal tanker tidak akan bisa melintasi Teluk Persia. Apa akibatnya? Tentu bukan asing lagi di telinga kita karena dunia akan kekurangan lebih dari 20 juta barel minyak/hari, kenaikan minyak 2-3 kali lipat dan akan menembus level US$ 250/barel. Siapa yang dirugikan? Tentu negara-negara Teluk yang tidak bisa mengekspor minyaknya, Amerika, dan hampir seluruh negara di dunia akan krisis minyak. AS pun harus menghitung resistensinya terhadap supply minyak dunia yang sebagian besar mereka sendiri yang mengkonsumsi. Saat ini OECD hanya menguasai 6.6%, OPEC 77.2%, Non OPEC 13.6%, Eropa 0.5%, dan negara-negara bekas Uni Soviet 2.1% yang menguasai minyak dunia. Iran sendiri mengkontribusi hampir 12% di OPEC dan bisa jadi mereka akan bekerjasama dengan Venezuela yang juga rival AS untuk menggoyang minyak dunia jika tekanan terus dilakukan kepada Iran.

Ketiga, pertumbuhan penjualan senjata. Iran melakukan uji coba rudal di dekat Hormuz, yang masih menjadi wilayahnya. Lalu berkembang isu yang dihembuskan Amerika Serikat bahwa uji coba rudal Iran berpotensi mengancam negara di sekitarnya sambil menawarkan mesin perang sebagai upaya mempertahankan diri. Jelas, AS di sini memanfaatkan situasi untuk menyulap provokasi jadi duit, yakni jualan senjata. Sebenarnya Israel juga resah dengan sikap AS yang hendak menjual senjata ke negara-negara Arab sekitar Iran. Tetapi Israel kemudian tenang setelah dibujuk oleh AS bahwa senjata yang dijual ke negara-negara teluk tidak sebanding dengan kualitas senjata untuk angkatan bersenjata Israel. Di sini, sebenarnya motif Amerika Serikat adalah terus jualan untuk memulihkan ekonomi mereka. Locheed Martin bisa panen untung besar.

Dampak terhadap Indonesia

Terkait dengan konflik ini, perdamaian tentunya menjadi keinginan negara-negara berkembang sebagai negara yang mungkin menjadi korban jika Iran menutup Selat Hormuz. Indonesia merasa terancam dengan kondisi ini.  Indonesia sudah beberapa kali menghadapi fluktuasi harga minyak akibat tidak menentunya kondisi keamanan internasional. Ketergantungan terhadap minyak bumi menjadi penyebab dari penolakan Indonesia terhadap konflik keamanan di Selat Hormuz.

Lebih dari 85% dari minyak mentah yang keluar dari selat Hormuz dikirim ke negara-negara Asia dimana Indonesia adalah salah satu negara tersebut. Yup, betul sekali, ternyata minyak mentah yang diolah di Cilacap adalah minyak impor yang harus dibeli dari negara lain. Sebuah kejutan yang sangat tidak menggairahkan memang mengetahui kalau republik tercinta ini merupakan salah satu negara yang miskin minyak. Siapa pula yang mengajarkan kepada kita bahwa Indonesia kaya minyak sampai-sampai masyarakatnya berhalusinasi kalau kita adalah negara minyak? Tidak ada negara kaya minyak yg mengimpor minyak sampai 600 ribu barel/hari.

Akan halnya INDONESIA, sebaiknya kita berdo’a saja. Cukup minyak dunia naik sampai US$150 per barel, akan membuat price tag Pertamax Rp 15.000/liter. Kalau naik sampai US$200 perbarel, mungkin bisa Rp 25.000/liter. Dampak inflasinya pasti juga akan sangat besar bagi perekonomian nasional. Apakah kita sudah siap?. Wallahu a’lam bis showab. (VicVen)

Compiled from lots of sources...

(Materi Kajian AcSES FEB UNAIR, Jumat, 10 Februari 2012)

Berkunjung Sejenak ke Pondok Pesantren Mawar

Senin kemarin bertepatan dgn libur imlek adalah hari untuk pertama kalinya aku mengunjungi pondok pesantren Mawar di Lamongan. Pondok pesantren Matholi’ul Anwar disingkat juga dgn sebutan Mawar. Mawar adalah pondoknya yusuf, salah satu adik kelasku di CSS MoRA Unair. Sudah lama sebenarnya dia mengajak aku untuk pergi ke pondoknya. Diawal - awal aku sempat menolak, namun akhirnya aku mau juga pergi kesana.

Dia pun menawarkan dua opsi kegiatan untuk dipilih. Mau ngasih pelatihan karya tulis ilmiah atau pelatihan bisnis plan. Nah, aku pilih yg pertama. Mengapa? Aku sudah punya materinya jadi tidak usah repot-repot lagi buat ppt dan tinggal dipresentasikan saja, hehe. Sebagai syaratnya, aku pun minta kepada yusuf agar peserta yg ikut pelatihan tsb haruslah membuat karya tulis ilmiah dan dikirimkan terlebih dahulu via email biar bisa kubaca.

Tiga hari menjelang hari H yusuf kirim sms ngasih tahu kalau karya tulis anak-anak Madrasah Aliyah (MA) Mawar sudah dikirim ke emailku, total ada 29 buah. Keesokan harinya aku cek email, surel sudah masuk dan setelah dibaca sekilas, ternyata tulisan yg mereka buat bukanlah karya tulis ilmiah tapi bisnis plan yg ditulis dgn format karya tulis ilmiah. Waduh, piye iki. Karena anak-anak MA sudah terlanjur membuat bisnis plan, ya akhirnya dalam tempo dua hari yg semula rencananya mau ngasih materi karya tulis ilmiah, harus diganti total dengan materi bisnis plan, termasuk juga membuat slides ppt apa adanya. Terpaksa.

Hari yg ditunggu pun tiba. Acara di ponpes Mawar akan dimulai jam 8 pagi, aku dan yusuf pun berangkat pagi-pagi berboncengan menuju Lamongan. Di pagi hari itu berkendara terasa agak enak, mungkin karena hari libur jadi arus kendaraan yg melintas tidak sepadat biasanya. Jumlah truk ala optimus prime pun relatif sedikit yg terlihat. Sepeda motor pun leluasa untuk digeber kencang.

kurang lebih dua jam perjalanan akhirnya sampai juga kami di ponpes yg memiliki santri sekitar 500 orang tsb. Disana kami bertemu dengan ustad fauzan, ustad yg sedari awal keukeh meminta yusuf untuk mengajakku ke pondok tsb. Tak lama kami berbincang-bincang dgn ustad muda tsb, kami pun segera beranjak menuju ke aula tempat berlangsungnya acara. Disana para siswa dan siswi MA sebanyak 150 orang sudah menunggu.

Aku buka file ppt yg ada di laptop. Ya, slides ppt yg baru selesai dibuat jam 2 pagi sebelum berangkat. Slides yg tidak menarik sama sekali. Ala dosen banget, slides yg full dengan tulisan dan tanpa ilustrasi gambar, dll. Maklum last-minute man. Kalau tidak mepet waktunya tidak segera dikerjakan. Walhasil, ppt jelek. Maafkan saya ustadz.

Sesi presentasi dimulai, slide demi slide pun dipaparkan, sembari diselingi pertanyaan dari para audience. Sesi tanya jawab pun dijawab oleh yusuf dan aku secara bergantian. Tulisan yg mereka buat beberapa cukup bagus. Cuma sayangnya kesalahan terfatal yg mereka buat adalah menggunakan format penulisan karya ilmiah. Namun demikian, apa yg sudah mereka lakukan tetap harus mendapat apresiasi. Mereka pun cukup aktif bertanya. Bagiku, siswa yg Masih MA sudah berani untuk menulis itu sudah bagus. Sudah berani mencoba itu sudah hal yg luar biasa. Mereka butuh untuk terus didorong agar tak perlu ragu untuk mencoba. Terus menyibukkan diri dengan membuat kesalahan sebanyak-banyaknya, karena hanya belajar dari kesalahanlah kemampuan seseorang akan semakin terasah. Perfection is a journey. Just do it. Just try to experiment.

Akhirnya acara pun berakhir. Kami kembali ke ruang asatidz. Saya pun dapat masukan dari Ustad fauzan, beliau berujar kalau ada beberapa penyampaian saya yg pilihan katanya “terlalu tinggi” bagi mereka. Terima kasih ustad for the suggestion. Saya memang juga masih perlu mengasah keterampilan bagaimana menyampaikan kepada peserta dengan bahasa yg mudah dicerna bagi mereka. Keterampilan untuk menyampaikan apa yg kita maksud dgn bahasa yg dalam istilah Alquran disebut dgn “Qaulan baligho”. Menggunakan bahasa yg audience-oriented. Kata-kata yg sesuai dengan tingkatan kognitif audience. Kemampuan semacam itu adalah sebuah keterampilan. Bisa diasah hingga mencapai level yg semakin tinggi. Duh gusti, memang butuh waktu bagiku untuk terus belajar agar kesalahan yg sama tidak terulang lagi.

Mengutip sebuah kalimat dari salah seorang dosen dari UPI Bandung, Prof. Chaedar Alwasilah, “Exclusive intellectuals are simply ivory towers when their expertise is not understood by others.” Seorang yg intelek itu ibarat menara gading jika kepakaran yg dimilikinya tak mampu dipahami oleh orang lain. Na’udzubillah. Tidak ada yg ingin menjadi menara gading, yg kita inginkan adalah menjadi mercusuar bangsa.

Sebelum meninggalkan pondok tsb, terlebih dahulu ustad fauzan mengajak kami berfoto-foto bersama para siswa. Mau dimasukkan kalender katanya, haha. Sesi pemotretan selesai, akhirnya kami pun pamit balik ke Surabaya. Sepanjang perjalanan pulang rupanya hujan selalu mengguyur jalan. Langit agak cerah tapi hujan masih saja turun. Hujan seperti ini kalau kata Gumiho namanya fox rain :D

Sesampainya di Surabaya, badan capek semua dan menuntut untuk segera diistirahatkan plus membayar hutang tidur yang belum belum terbayar lunas. Tapi ada rasa senang yg menggelayuti pikiran. Rasa senang karena telah memberikan hal yg menurut kita tidak berarti, tapi menurut orang lain sangatlah berarti. Alhamdulillah.

Man kaana lahu maalun falyatashoddaq bi maalihi, wa maan kaana lahu quwwatun falyatashoddaq bi quwwatihi, wa man kaana lahu ‘ilmun falyatashoddaq bi ‘ilmihi.