Rabu, 12 Desember 2012

Pengemis itu Mengaji di Makam Mbah Sholeh



Oleh : Vicky Vendy
Guru SMA “Terpadu” YPP Nurul Huda


Hiruk pikuk suasana minggu pagi di Ampel. Kalau sudah weekend pasti banyak sekali orang yang berjejal-jejal memenuhi tempat ini. Kota Surabaya, dengan wahana wisata religinya, salah satunya Makam sunan Ampel seakan menjadi magnet yang mampu menyedot banyak orang. Pengunjung yang datang ke Ampel pun dari berbagai daerah. Bahkan, bukan cuma pengunjungnya saja yang berasal dari berbagai kota, para pengemis yang bertebaran di sana pun tak jarang juga berasal dari luar kota yang juga tergugah untuk mengais sedekah di kota pahlawan.

Di pagi menjelang siang itu, aku duduk-duduk di sebelah utara masjid ampel, dekat makam Mbah Sholeh. Mbah Sholeh yang juga salah seorang murid Sunan Ampel tersebut alkisah diriwayatkan kalau beliau termasuk leluhur dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Ulama’ tersohor penyebar agama islam di pulau garam.

Dari dalam masjid aku melihat-lihat. Belum lama duduk di sana, ada seorang pengemis laki-laki datang dari balik kerumunan para peziarah. Dia sudah tua renta, berpakaian lusuh dan memiliki dua tangan yang tak lagi utuh. Sejurus kemudian, pengemis itu mengambil mushaf dan duduk bersila dekat makam. Tampak dirinya membuka mushaf perlahan-lahan dan mulai mengaji. Terlihat agak kerepotan baginya ketika harus membuka lembar demi lembar mushaf Al-Qur’an. Namun, kesulitan itu tampaknya tidak menghalanginya untuk tetap larut melantunkan ayat-ayat suci.

Kurang lebih 30 menit lamanya dia mengaji, ketika hendak menutup mushaf, datang mendekat seorang anak kecil untuk memberikan uang padanya, tak lama kemudian seorang laki-laki paruh baya pun ikut mendekat dan bersedekah padanya. Begitu pengemis tersebut menutup mushaf dan berjalan untuk meletakkan kembali Al-Quran di rak, ada lagi seorang bapak yang menghampiri, juga menyelipkan rupiah padanya. Melihat bapak tersebut yang bersedekah kepada si pengemis, serentak tanpa dikomando rombongan ibu-ibu peziarah yang entah berasal dari mana, yang sedari tadi juga mengaji di samping makam, tiba-tiba ikut tergesa-gesa membuka dompetnya dan segera bergerak mendekati pengemis tersebut untuk menyerahkan sedekah.

Memang benar apa kato Plato, seorang filsuf dari Yunani yang mengatakan, “Good actions give strength to ourselves and inspire good actions in others.” Tindakan baik itu akan memberikan kekuatan kepada orang yang melakukan dan menginspirasi orang lain untuk juga berbuat baik. Dengan melakukan perbuatan baik, orang lain akan melihatnya dan akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.

Hal tersebut sepertinya juga berlaku pada kejadian di pagi ini. Ada hal yang berbeda. Sementara di waktu yang bersamaan pengemis-pengemis yang lain berdiri berjejeran mengharap kucuran sedekah dari para peziarah, pengemis yang satu ini malah memilih untuk mengaji, tanpa meminta-minta namun tetap mendapatkan guyuran sedekah. Apa yang pengemis itu lakukan turut mengundang simpati dari para peziarah. Satu orang bersedekah, yang lain pun akhirnya ikut bersedekah.

Betapa berharganya sedekah tersebut bagi pengemis, termasuk juga orang-orang lain yang akan mendapatkan manfaat secara tidak langsung. Kalau kata ippho santosa tentang sedekah, beliau mengatakan bahwa sedekah itu bisa menggerakkan roda ekonomi, contohnya begini, misalkan kita memberikan sedekah ke pengemis, kemudian pengemis itu membeli nasi dari uang sedekah kita, otomatis si penjual nasi mendapatkan pembeli (yaitu pengemis), si penjual nasi membeli beras, sayur dan lauknya di pasar, pedagang di pasar ikut kebagian rejeki, terus berlanjut kepada petani yang menanam padi, penjual pupuk, pabrik pupuk dan seterusnya dan seterusnya. tidak peduli ketika bersedekah itu si pemberi sedekah ikhlas atau tidak.

Bapak ekonomi islam, Ibnu Khaldun, bahkan memperkenalkan istilah produk seribu orang, yakni bahwa dalam setiap benda yang kita miliki, kata Ibnu Khaldun, proses keberadaannya telah melibatkan seribu orang. Kursi kayu yang kita duduki misalnya melibatkan penanam kayu, penebang kayu, pembuat alat pertukangan, tukang kayu, pembuat pelitur, tukang pelitur, pembuat paku, penggali tambang bijih besi sampai kepada angkutan yang membawa kursi itu ke rumah. Angka seribu yang diperkenalkan Ibn Khaldun bukan angka secara matematis tetapi hanya untuk menunjukkan betapa banyaknya orang yang terlibat dalam proses kehadiran suatu benda. Oleh karena itu kata Ibnu Khaldun, setiap benda memiliki fungsi sosial (karim, 2006).

Itulah sedekah. Sedekah sunnah yang secara sukarela dilakukan. Sedekah yang merupakan bentuk altruisme tertinggi dalam Islam karena ia bersifat sukarela, tanpa paksaan, tanpa ketentuan, dilakukan dalam kondisi susah ataupun senang, di malam dan siang hari, sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan. Ah, pengemis tua itu memang sudah selayaknya dibantu. Jadi ingat kata Pak Mario Teguh, Tuhan (Allah) itu kadang memberi hambanya bukan karena hambanya meminta-minta, tapi karena memang hamba tersebut memang pantas untuk diberi. (VicVen)