Oleh : Vicky Vendy
Guru SMA “Terpadu” YPP Nurul Huda
Hiruk pikuk suasana minggu pagi di
Ampel. Kalau sudah weekend pasti banyak sekali orang yang berjejal-jejal
memenuhi tempat ini. Kota Surabaya, dengan wahana wisata religinya, salah
satunya Makam sunan Ampel seakan menjadi magnet yang mampu menyedot banyak
orang. Pengunjung yang datang ke Ampel pun dari berbagai daerah. Bahkan, bukan
cuma pengunjungnya saja yang berasal dari berbagai kota, para pengemis yang
bertebaran di sana pun tak jarang juga berasal dari luar kota yang juga
tergugah untuk mengais sedekah di kota pahlawan.
Di pagi menjelang siang itu, aku
duduk-duduk di sebelah utara masjid ampel, dekat makam Mbah Sholeh. Mbah Sholeh
yang juga salah seorang murid Sunan Ampel tersebut alkisah diriwayatkan kalau
beliau termasuk leluhur dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Ulama’ tersohor penyebar
agama islam di pulau garam.
Dari dalam masjid aku melihat-lihat. Belum
lama duduk di sana, ada seorang pengemis laki-laki datang dari balik kerumunan
para peziarah. Dia sudah tua renta, berpakaian lusuh dan memiliki dua tangan
yang tak lagi utuh. Sejurus kemudian, pengemis itu mengambil mushaf dan duduk
bersila dekat makam. Tampak dirinya membuka mushaf perlahan-lahan dan mulai mengaji.
Terlihat agak kerepotan baginya ketika harus membuka lembar demi lembar mushaf
Al-Qur’an. Namun, kesulitan itu tampaknya tidak menghalanginya untuk tetap
larut melantunkan ayat-ayat suci.
Kurang lebih 30 menit lamanya dia
mengaji, ketika hendak menutup mushaf, datang mendekat seorang anak kecil untuk
memberikan uang padanya, tak lama kemudian seorang laki-laki paruh baya pun
ikut mendekat dan bersedekah padanya. Begitu pengemis tersebut menutup mushaf
dan berjalan untuk meletakkan kembali Al-Quran di rak, ada lagi seorang bapak
yang menghampiri, juga menyelipkan rupiah padanya. Melihat bapak tersebut yang
bersedekah kepada si pengemis, serentak tanpa dikomando rombongan ibu-ibu peziarah
yang entah berasal dari mana, yang sedari tadi juga mengaji di samping makam, tiba-tiba
ikut tergesa-gesa membuka dompetnya dan segera bergerak mendekati pengemis
tersebut untuk menyerahkan sedekah.
Memang benar apa kato Plato, seorang
filsuf dari Yunani yang mengatakan, “Good actions give strength to ourselves
and inspire good actions in others.” Tindakan baik itu akan memberikan
kekuatan kepada orang yang melakukan dan menginspirasi orang lain untuk juga
berbuat baik. Dengan melakukan perbuatan baik, orang lain akan melihatnya dan
akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.
Hal tersebut sepertinya juga berlaku
pada kejadian di pagi ini. Ada hal yang berbeda. Sementara di waktu yang
bersamaan pengemis-pengemis yang lain berdiri berjejeran mengharap kucuran sedekah
dari para peziarah, pengemis yang satu ini malah memilih untuk mengaji, tanpa
meminta-minta namun tetap mendapatkan guyuran sedekah. Apa yang pengemis itu
lakukan turut mengundang simpati dari para peziarah. Satu orang bersedekah,
yang lain pun akhirnya ikut bersedekah.
Betapa berharganya sedekah tersebut bagi
pengemis, termasuk juga orang-orang lain yang akan mendapatkan manfaat secara
tidak langsung. Kalau kata ippho santosa tentang sedekah, beliau mengatakan
bahwa sedekah itu bisa menggerakkan roda ekonomi, contohnya begini,
misalkan kita memberikan sedekah ke pengemis, kemudian pengemis itu membeli
nasi dari uang sedekah kita, otomatis si penjual nasi mendapatkan pembeli
(yaitu pengemis), si penjual nasi membeli beras, sayur dan lauknya di pasar,
pedagang di pasar ikut kebagian rejeki, terus berlanjut kepada petani yang menanam
padi, penjual pupuk, pabrik pupuk dan seterusnya dan seterusnya. tidak peduli
ketika bersedekah itu si pemberi sedekah ikhlas atau tidak.
Bapak ekonomi islam, Ibnu Khaldun, bahkan
memperkenalkan istilah produk seribu orang, yakni bahwa dalam setiap benda yang
kita miliki, kata Ibnu Khaldun, proses keberadaannya telah melibatkan seribu
orang. Kursi kayu yang kita duduki misalnya melibatkan penanam kayu, penebang
kayu, pembuat alat pertukangan, tukang kayu, pembuat pelitur, tukang pelitur,
pembuat paku, penggali tambang bijih besi sampai kepada angkutan yang membawa
kursi itu ke rumah. Angka seribu yang diperkenalkan Ibn Khaldun bukan angka
secara matematis tetapi hanya untuk menunjukkan betapa banyaknya orang yang
terlibat dalam proses kehadiran suatu benda. Oleh karena itu kata Ibnu Khaldun,
setiap benda memiliki fungsi sosial (karim, 2006).
Itulah sedekah. Sedekah sunnah yang secara sukarela
dilakukan. Sedekah yang merupakan bentuk altruisme tertinggi dalam Islam karena
ia bersifat sukarela, tanpa paksaan, tanpa ketentuan, dilakukan dalam kondisi
susah ataupun senang, di malam dan siang hari, sembunyi-sembunyi ataupun
terang-terangan. Ah, pengemis tua itu memang sudah selayaknya dibantu. Jadi
ingat kata Pak Mario Teguh, Tuhan (Allah) itu kadang memberi hambanya bukan
karena hambanya meminta-minta, tapi karena memang hamba tersebut memang pantas
untuk diberi. (VicVen)